KULIAH SAMBIL NGAJI, MUNGKINKAH…??
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Saudaraku.. Kewajiban belajar agama
bukan hanya bagi mahasiswa yang duduk di Jurusan Syari’ah atau yang
belajar di Universitas Islamiyah. Mahasiswa teknik dan kedokteran serta
mahasiswa mana pun punya kewajiban yang sama. Begitu banyak keutamaan
yang akan kita dapatkan ketika kita mempelajari ilmu agama ini. Di
antararanya adalah sabda Ralulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah
memudahkan bagi orang itu jalan menuju surga” (HR. Muslim). Ilmu yang
dimaksud dalam hadits ini tentunya adalah ilmu agama. Namun, mungkin
sebagian mahasiswa merasa malas untuk belajar agama, bisa jadi
disebabkan karena kurangnya motivasi, namun tidak sedikit juga yang
beralasan karena kesibukan kuliah.
Kegiatan kuliah terasa amat menyibukkan.
Sibuk dengan berbagai tugas, harus buat presentasi, menyusun laporan
praktikum dan lebih sibuk lagi jika sudah menginjak semester-semester
akhir. Apakah mungkin kesibukan ini bisa dibarengi dengan menuntut ilmu
agama? Jawabannya, mungkin sekali. Segala kemudahan itu datang dari
Allah. Maka bisa saja seorang engineer menjadi pakar fiqih. Bisa
jadi pula seorang ekonom menjadi pakar hadits. Atau seorang ahli
biologi menjadi hafizh Al Qur’an. Semua itu bisa terwujud karena
anugerah dan kemudahan dari Allah.
Realitas, Lebih Banyak Menyia-nyiakan Waktu
Mahasiswa sebenarnya punya banyak waktu
senggang. Cuma sebagian mahasiswa saja yang benar-benar menyia-nyiakan
waktunya. Tidak setiap saat ia mesti mendapatkan tugas. Tidak setiap
hari mesti kerjakan laporan praktikum. Mahasiswa yang tidak pintar
membagi waktu saja yang selalu “sok sibuk”.
Sebagian mahasiswa masih bisa menyisihkan waktu untuk renang dengan shohib dekatnya. Ia masih sempat juga untuk fitness meskipun
di kala laporan praktikum menumpuk. Ia juga masih sempat berpetualang
menjelajah berbagai gunung meskipun minggu depan ada ujian mid. Ia masih
bisa begadang semalam suntuk untuk menanti pertandingan Liga Champions
meskipun katanya ada banyak tugas yang mesti diselesaikan. Sebagiannya
pula bisa menyisihkan waktu untuk update status setiap jam di FB
(Facebook), twitter dan semacamnya. Mau tidur, mau makan, mau renang,
bahkan mau ke WC sekali pun bisa ada statusnya di jejaring sosial tadi.
Namun soal ngaji (istilah untuk mendalami ilmu agama) bisa menjadi nomor
sekian baginya. Padahal aneh kan, hal-hal tadi bisa ia lakukan.
Sedangkan berkaitan dengan urusan akhiratnya di mana ia wajib
mempelajari Islam karena ibadah-ibadah tertentu akan ia lewati setiap
harinya. Setiap muslim tentu mesti mengetahui bagaimanakah ia harus
berwudhu yang benar sehingga shalatnya pun bisa sah. Ia pun harus tahu
apa saja yang termasuk pembatal-pembatal shalat, sehingga shalatnya
tidak jadi sia-sia. Ia pun harus tahu bagaimana mandi wajib.
Lihatlah mereka bisa menyisihkan waktu
untuk hal-hal dunia yang kadang sia-sia. Namun untuk hal yang menyangkut
akhirat mereka, di mana tentu ini lebih urgent, mereka tidak bisa membagi waktu dengan baik. Benarlah firman Allah Ta’ala, “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar Ruum: 7). Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi hafizhohullah
menjelaskan, “Mereka mengetahui kehidupan dunia secara lahiriah saja
seperti mengetahui bagaimana cara mengais rizki dari pertanian,
perindustrian dan perdagangan. Di saat itu, mereka benar-benar lalai
dari akhirat. Mereka sungguh lalai terhadap hal yang wajib mereka
tunaikan dan harus mereka hindari, di mana penunaian ini akan
mengantarkan mereka selamat dari siksa neraka dan akan menetapi surga Ar
Rahman.” (Aysarut Tafasir, 4/124-125)
Beberapa Sampel
Beberapa orang bisa membuktikan bahwa
mereka di samping kuliah di pagi hari, sore harinya masih bisa “ngaji”
(menuntut ilmu agama). Bahkan ada di antara mahasiswa yang bisa menjadi
hafizh Al Quran dengan sempurna di masa kuliahnya. Ada pula yang bisa
menguasai ilmu aqidah dengan baik padahal ia seorang dokter. Setelah
kuliah pun ia bisa menyusun beberapa buku berkaitan dengan masalah
aqidah dari hasil ia belajar di saat-saat kuliah dulu (paginya kuliah,
sorenya ia duduk di majelis ilmu). Ada pula yang amat pakar dalam bahasa
Arab dan menjadi seorang ustadz yang mumpuni dalam hal aqidah serta
ilmu lainnya, padahal ia adalah sarjana biologi. Yang lainnya lagi
adalah seorang dosen (lulus S3), namun tidak diragukan ia sangat mumpuni
dalam ilmu hadits hasil dari belajar dulu bersama beberapa ustadz di
saat-saat ia kuliah. Bahkan di Arab Saudi sendiri ada seorang ulama yang
dulunya adalah seorang yang belajar ilmu Teknik Kimia. Dan saat ini,
beliau menjadi imam dan ulama yang jadi rujukan. Ia pun memiliki situs
yang berisi berbagai fatwa yang sering dikunjungi dari berbagai negara.
Ada lagi ulama yang dahulunya belajar ilmu teknik mesin. Saat lulus ia
mendalami ilmu hadits dan menjadi hafizh al quran. Karya-karya beliau
dalam tulisan pun amat banyak. Dua ulama yang kami sebutkan di sini
adalah Syaikh Sholeh Al Munajjid dan Syaikh Musthofa Al Adawi hafizhohumallah.
Itu sekedar beberapa contoh riil yang
kami ketahui. Kami yakin masih banyak contoh-contoh lainnya yang mungkin
para pembaca sendiri mengetahuinya. Ini pertkita bahwa orang yang
belajar ilmu umum (ilmu teknik, ekonomi, IT, dll) sebenarnya tidak
terhalang untuk belajar agama bahkan bisa menjadi ulama atau pun ustadz
karena kerajinannya di luar jam kuliah untuk mengkaji Islam. Itulah
karunia Allah untuk mereka-mereka tadi.
Mulai Belajar Islam
Kalau sudah tahu demikian, kita selaku mahasiswa seharusnya tidak usah ragu lagi untuk menaruh perhatian pada ilmu diin
(ilmu agama). Cobalah mulai dengan mempelajari Islam mulai dari dasar.
Terutama pelajarilah hal-hal yang wajib yang jika kita tidak
mengetahuinya maka bisa terjerumus dalam dosa atau bisa meninggalkan
kewajiban. Inilah ilmu yang wajib dipelajari.
Selaku mahasiswa wajib punya ilmu aqidah
dan tauhid yang benar sesuai dengan pemahaman generasi terbaik Islam
(salafush sholeh). Cobalah mempelajari beberapa tulisan karya Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab seperti Qowa’idul Arba’ (empat kaedah memahami syirik), Tsalatsatul Ushul (tiga lkitasan dalam mengenal Allah, Islam dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), dan Kitab Tauhid (pelajaran tauhid dan syirik secara lebih detail). Kitab-kitab aqidah pun ada yang mudah dipelajari seperti Al ‘Aqidah Al Wasithiyah karya Ibnu Taimiyah dan Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah karya Abu Ja’far Ath Thohawiy.
Kita pun wajib mempelajari fiqih secara
bertahap terutama pelajaran bagaimana cara wudhu yang benar, bagaimana
cara mandi wajib, dan bagaimana shalat yang benar serta berbagai hal
yang berkaitan dengan hal-hal tadi. Amat mudah jika kita menguasai dari
fiqh madzhab sebagaimana anjuran para ulama. Karena di negeri ini
menganut madzhab Syafi’i, kita bisa belajar dari berbagai kitab fiqh
Syafi’iyah. Pelajari dari matan-matan yang ringkas seperti kitab Al Ghoyah wat Taqrib karya Abu Syuja’ dan Minhajuth Tholibin karya Imam An Nawawi. Inilah kitab dasar yang bisa kita kuasai. Setelah itu bisa melanjutkan dengan kitab fiqih yang lebih advance
dengan mendalami dalil-dalil lebih jauh. Baru setelah itu bisa menelaah
berbagai pendapat ulama dan perselisihan mereka dalam hal fiqih
sehingga akhirnya kita tidak fanatik pada satu madzhab atau satu imam.
Kita pun bisa menguasai fiqih melalui berbagai buku hadits seperti dari
kitab ‘Umdatul Ahkam karya ‘Abdul Ghoni Al Maqdisi dan kitab Bulughul Marom
karya Ibnu Hajar Al Asqolani. Untuk memahami kitab-kitab fiqih ini,
Kita bisa memiliki berbagai kitab syarh (penjelasan) dari masing-masing
kitab.
Buku-buku yang kami sebutkan di atas
sudah cukup mudah ditemukan saat ini di berbagai toko buku Islam bahkan
sudah banyak yang diterjemahkan. Sehingga tidak ada alasan bagi yang
belum menguasai bahasa Arab untuk terus belajar. Namun jika kita sambil
menguasai bahasa Arab terutama menguasai grammar-nya dalam ilmu
Nahwu dan Sharaf itu lebih baik. Karena menguasai bahasa tersebut bisa
membuat kita meneliti lebih jauh kitab-kitab ulama secara lebih mandiri.
Selain mempelajari hal-hal di atas,
tambahkan pula dengan mempelajari berbagai kitab akhlaq dan tazkiyatun
nufus (manajemen hati). Juga janganlah sampai tinggalkan hafalan Al
Qur’an. Karena orang yang menghafal Al Qur’an sungguh memiliki banyak
keutamaan dan faedah di tengah-tengah umat. Lebih-lebih di akhirat
hafalan Al Qur’an ini membuat dia lebih ditinggikan derajat di surga.
Lalu para ulama pun menganjurkan untuk menghafal berbagai matan atau
berbagai kitab ringkas seperti menghafalkan kitab kecil yang berisi 42
hadits yaitu Al Arba’in An Nawawiyah. Menghafal seperti ini memudahkan kita menguasai ilmu Islam dengan lebih mudah.
Sabar dalam Belajar
Kalau dilihat, terasa begitu banyak yang
harus dipelajari. Sebenarnya tidak juga karena mempelajari berbagai
buku di atas itu bertingkat-tingkat. Ada yang lebih dasar, baru setelah
itu beranjak pada yang lebih lanjut. Jadi belajar yang baik adalah
secara bertahap. Sehingga di sini butuh kesabaran dalam belajar dan
belajar butuh waktu yang lama. Yang terbaik pula adalah belajar di
majelis ilmu lewat guru. Lihatlah sya’ir Imam Asy Syafi’i,
Saudaraku … ilmu tidak
akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan
perinciannya : (1) kecerdasan, (2) semangat, (3) sungguh-sungguh, (4)
berkecukupan, (5) bersahabat (belajar) dengan ustadz, (6) membutuhkan
waktu yang lama.
Pintar Bagi Waktu
Modal yang penting “nyambi” belajar
Islam adalah pintar membagi waktu. Cobalah membagi waktu mulai dari
Shubuh hari sudah bisa menghafal Al Qur’an. Butuh satu jam untuk
menyisihkan waktu kala itu. Setelah itu sediakan waktu untuk persiapan
kuliah di pagi hari. Pukul 7 atau 8 sudah bisa berangkat ke kampus. Di
waktu-waktu shalat atau waktu senggang saat di kampus bisa digunakan
untuk muroja’ah Al Qur’an atau mengerjakan tugas-tugas kampus sehingga
tidak menumpuk keesokan harinya. Pulang kampus di siang atau sore hari
bisa istirahat sejenak untuk menghilangkan rasa capek. Di sore hari
sehabis ‘Ashar bisa digunakan untuk mengikuti berbagai majelis ilmu
sampai dengan waktu ‘Isya. Di waktu malam bisa digunakan untuk
mengerjakan tugas kuliah. Sebelum tidur bisa digunakan menghafal
berbagai matan, mengulang hafalan Al Qur’an atau mengulang pelajaran
yang ikuti di kajian.
Jadi cuma kepintaran membagi waktu saja,
niscaya kita bisa kuliah sambil “ngaji”. Dan jangan lupakan minta
pertolongan Allah agar dimudahkan mempelajari agama di samping kuliah.
Doa ini amat menolong. Jika kita memohon kemudahan pada Allah, pasti
segala urusan tadi akan begitu mudah. Berbeda halnya jika kita
bergantung pada diri sendiri yang begitu lemah.
Semoga Allah mudahkan kita selaku
mahasiswa untuk dapat meraih keduanya, bahkan bisa menjadi pakar pula
dalam ilmu agama dan bisa turut membantu dakwah agar tersebar seantero
negeri kita ini.
Wallahu waliyyut taufiq.
Salam Ukhuwah..
-Akhukum iqbal-
di kutip dari tulisan Ust: Abduh Tuasikal.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking