Sondag 19 Mei 2013

Raih Bahagia Dengan Hati Yang Mulia


Raih Bahagia Dengan Hati Yang Mulia
Sesungguhnya penyucian jiwa atau tazkiyatun nafs merupakan salah satu tugas utama dakwah yang diemban oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di tengah-tengah mereka seorang rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah, meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran: 164).
Membersihkan jiwa merupakan sesuatu yang sangat agung dan mulia. Sampai-sampai Allah ta’ala mendahului pernyataan perihal penyucian jiwa ini dengan sumpah berkali-kali.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya, demi siang apabila menampakkannya, demi malam apabila menutupinya (gelap gulita), demi langit serta pembinaannya (yang menakjubkan), demi bumi serta penghamparannya, demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Dia telah mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang mensucikan (jiwa itu), dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. asy-Syams: 1-10)
Terlebih lagi, dengan membersihkan hati dari berbagai kotoran dosa dan kemaksiatan akan memperbaiki kedudukan seorang hamba di hadapan Rabbnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta-harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)
Dengan berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta dipahami oleh para Sahabat maka seorang muslim akan menemukan cara yang jitu untuk membersihkan jiwanya dari berbagai kotoran dosa.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dia lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. al-Jumu’ah: 2)
Dengan mentadabburi ayat-ayat-Nya, merenungkan makna-makna yang tersimpan dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka seorang mukmin akan mengetahui jiwa seperti apakah yang dicintai dan diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang rasul (Muhammad) dari kalangan kamu yang membacakan kepada kamu ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepada kamu al-Kitab dan al-Hikmah, serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui.” (QS. al-Baqarah: 151)
Ikhwati fillah… Pembicaraan tentang tazkiyatun nafs jiwa merupakan pembahasan yang sangat penting, karena hanya dengan jiwa yang tenang dan hati yang bersih maka seorang hamba bisa menuai kebahagiaan tatkala menghadap Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman,
“Pada hari itu -hari kiamat- tidak berguna harta dan keturunan kecuali bagi orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. asy-Syu’ara’: 88-89)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan,
“Hati yang selamat itu adalah hati yang selamat dari syirik dan keragu-raguan serta terbebas dari kecintaan kepada keburukan dan terbebas dari berkubang dalam bid’ah dan dosa/kemaksiatan. Karena ia bersih dari hal-hal tersebutk, maka konsekuensinya ia menjadi hati yang diwarnai dengan lawan-lawannya yaitu; keikhlasan, ilmu, keyakinan, cinta kepada kebaikan serta tampak indah kebaikan itu di dalam hatinya. Sehingga keinginan dan rasa cintanya akan senantiasa mengikuti kecintaan Allah, dan hawa nafsunya tunduk mengikuti apa yang datang dari Allah.” (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman [2/812])
Ibnul Qoyyim rahimahullah memaparkan,
“Ia adalah hati yang selamat/terbebas dari segala syahwat/keinginan nafsu yang menyelisihi perintah dan larangan Allah serta terbebas dari segala syubhat yang menentang berita yang dikabarkan-Nya.” (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 15)
Beliau juga mensifati pemilik hati yang selamat itu dengan ucapannya,
“…Ia mendahulukan keridhaan-Nya dalam kondisi apapun serta berupaya untuk menjauhi kemurkaan-Nya dengan segala macam cara…” “Amalnya ikhlas karena Allah. Apabila dia mencintai, cintanya karena Allah. Apabila dia membenci, bencinya juga karena Allah. Apabila memberi, pemberiannya itu karena Allah. Apabila tidak memberi juga karena Allah…” (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 15)
Sehingga, bisa kita simpulkan bahwa hati yang selamat adalah hati yang bersih dari syirik, bid’ah serta berpaling dari kegandrungan kepada maksiat. Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan di dalam tafsirnya, dari Abu ‘Utsman an-Naisaburi. Beliau menjelaskan tentang hakikat hati yang selamat. Beliau berkata, “Yaitu hati yang bersih dari bid’ah dan tentram di atas Sunnah.”
Imam Ibnu Katsir sendiri menafsirkan, bahwa hati yang selamat adalah hati yang bersih dari kotoran dosa dan kesyirikan. Muhammad bin Sirin mengatakan,
“Hati yang selamat adalah hati yang mengenal bahwa Allah adalah haq, dia yakin bahwasanya hari kiamat pasti datang tiada keraguan padanya, dan Allah kelak akan membangkitkan semua orang dari alam kuburnya.”
Mujahid, al-Hasan dan ahli tafsir lain mengatakan, yaitu hati yang bersih dari syirik. Sa’id bin al-Musayyib mengatakan, bahwa hati yang selamat itu adalah hati yang sehat; yaitu hatinya orang beriman, sebab hati orang kafir dan orang munafik itu adalah hati yang sakit. Sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Di dalam hati mereka (kaum munafik) terdapat penyakit.” (lihat nukilan-nukilan di atas dalam Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [6/48])

Hal ini memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita, bahwasanya manhaj salaf yang mulia ini mengajarkan kepada kita untuk senantiasa membersihkan hati dari hal-hal yang bertentangan dengan syari’at Allah; apakah ia berbentuk kekafiran, kemusyrikan, kemunafikan, keragu-raguan, kebid’ahan, penyimpangan pemikiran (syubhat), perbuatan keji, akhlak yang tercela, dan segala macam kemaksiatan kepada Allah tabaraka wa ta’ala.

Salam Ukhuwah..

Akhukum..iqbal el bughory-

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking